Jumat, 25 Maret 2016

Tugas Epidemology

Nama :ian Sopian
NIM    :2014-66-025
Sesi     :02



Menurut WHO, 17,5 juta (30%) dari 58 juta kematian di dunia, disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah pada tahun 2005. Dari seluruh angka tersebut, penyebab kematian antara lain disebabkan oleh serangan jantung (7,6 juta penduduk), stroke (5,7 juta penduduk), dan selebihnya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (4,2 juta penduduk).
Berdasarkan seluruh data yang telah dikumpulkan dari WHO, pada tahun 2015 diperkirakan kematian akibat penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat menjadi 20 juta jiwa. Kemudian akan tetap meningkat sampai tahun 2030, diperkirakan 23,6 juta penduduk akan meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Angka yang cukup besar mengingat penyakit jantung dan pembuluh darah dikategorikan sebagai penyakit tidak menular. Penyakit ini sebenarnya dapat dimodifikasi dan dicegah.
 

                            Penyebab kematian di dunia (WHO,2005)
 
 

               Penyebab Kematian Akibat Penyakit Jantung di Dunia (WHO, 2005) 

Indonesia: 59,5% Kematian Akibat Penyakit Tak Menular, Termasuk Jantung Di Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang ternyata masih berjuang menghadapi pelbagai masalah kesehatan. Penyakit infeksi masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan, di sisi lain perubahan gaya hidup yang serba cepat tidak menahan laju perkembangan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal ini diperkuat dengan data yang diperoleh pada tahun 2007, angka kematian akibat penyakit jantung dan tidak menular pada tahun 1995 sebesar 41,7% meningkat menjadi 59,5% pada tahun 2007.

Penyakit hipertensi sebagai salah satu dari penyakit jantung, ternyata dinilai cukup tinggi di Indonesia. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka kejadian atau prevalensi penduduk Indonesia berusia di atas 18 tahun dengan hipertensi adalah sebesar 31,7%. Ternyata hipertensi tidak hanya terjadi pada penduduk berusia di atas 18 tahun, namun juga pada penduduk berusia 15-17 tahun. Jika dilihat berdasarkan kriteria hipertensi sesuai JNC VII, terdapat 4050 (8,4%) penduduk berusia 15-17 tahun dengan hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi berdasarkan provinsi terdapat di Kalimantan Selatan (39,6%), dan terendah di Papua Barat (20,1%). Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 memperlihatkan bahwa prevalensi beberapa penyakit jantung dan pembuluh darah seperti hipertensi sangat tinggi yaitu 31,7%, diikuti stroke sebesar 8,3% dan penyakit jantung sebesear 7,2% per 1.000 penduduk.

Penyakit kardiovaskular juga erat kaitannya dengan penyakit stroke. Di Indonesia, angka prevalensi stroke juga cukup tinggi yaitu sekitar 72,3%, dengan provinsi Aceh menduduki angka prevalensi tertinggi yaitu 16,6% dan terendah di Papua (3,8%). Data Riskesdas memperlihatkan bahwa penyebab kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%), hipertensi (6,8%), penyakit jantung iskemik (5,1%), dan penyakit jantung lainya (4,6%). Angka kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke sebesar 15,9%, kemudian penyakit jantung sistemik sebesar 8,7% dan hipertensi serta penyakit jantung lainya sebesar 7,1%. Sementara itu di pedesaaan, angka kematian tertinggi diakibatkan oleh penyakit menular yaitu tuberkulosis (TBC) diikuti oleh stroke sebesar 11,5% dan hipertensi 9,2% dan penyakit jantung iskemik 8,8%. Pada penduduk usia 55-64 tahun yang tinggal di daerah perkotaan, stroke tetap menjadi penyebab kematian utama (26,8%), kemudian penyakit jantung iskemik (5,8%), hipertensi (8,1%), dan penyakit jantung lainnya (4,7%). Bagaimana dengan penduduk di pedesaan? Ternyata pola penyebab kematian di pedesaan dan perkotaan menunjukkan pola yang serupa dengan stroke (17,8%) sebagai penyebab kematian utama, diikuti oleh beberapa penyebab lain antara lain hipertensi (11,4%), penyakit jantung iskemik (5,7%), dan penyakit jantung lain (5,1%).
Masalah lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa semakin meningkatnya usia, diikuti dengan meningkatnya jenis penyakit yang menghampiri. Hal ini membuat beban terhadap ekonomi penderita dimana usia lanjut kebanyakan mengalami penurunan produktifitas, sehingga beban ekonomi yang ditanggung akan meningkat. Faktor ekonomi tidak memiliki korelasi terhadap penyakit jantung dan pembuluh, tidak sedikit penderita penyakit jantung dan pembuluh berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, kurang, sampai tidak mampu. Ketidaktahuan terhadap faktor resiko penyakit jantung, dan gaya hidup yang serba cepat menjadi salah satu penyebab tingginya angka penyakit jantung dan pembuluh.
 Berdasarkan data Riskesdas pada tahun 2007, menunjukan prevalensi terhadap beberapa faktor risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti berat badan lebih (obesitas) 19,1% dan obesitas sentral 18,8%, diabetes mellitus ( kencing manis ) di daerah perkotaan 5,7%, konsumsi makanan asin (24,5%) dan makanan berlemak tinggi (12,8%), kurang mengkonsumsi serat seperti buah-buahan dan sayuran (93,6%), kurang aktivitas fisik 48,2%, gangguan mental emosional 11,6%, perokok aktif setiap hari 23,7%, dan konsumsi alkohol dalam 12 bulan terakhir sebesar 4,6%. Seperti kita ketahui, aktivitas fisik secara teratur bermanfaat untuk mengatur berat badan dan menguatkan sistem jantung dan pembuluh darah. Data Riskesdas 2007 juga memperlihatkan bahwa di Indonesia 48,2% penduduk ternyata kurang melakukan aktivitas fisik. Berdasarkan provinsi, Kalimantan Timur (61,7%) dan Riau (60,2%) merupakan dua provinsi dengan aktivitas fisik paling tinggi. Sedangkan provinsi Nusa Tenggara Timur (27,3%), Sulawesi Tengah (39,4%), dan Bengkulu (40,1%) merupakan provinsi dengan aktivitas fisik kurang. Kategorisasi aktivitas fisik dilihat dari aktivitas fisik yang dilakukan dalam seminggu terakhir untuk penduduk usia 10 tahun ke atas. Dikatakan “cukup” bila dilakukan terus-menerus sekurangnya 10 menit dalam satu kegiatan tanpa henti dan secara kumulatif 150 menit selama lima hari dalam satu minggu. 
Berdasarkan kelompok umur, kurang aktivitas fisik paling tinggi terdapat pada kelompok 75 tahun ke atas (76,0%) dan umur 10-14 tahun (66,9%). Selain usia, ternyata faktor risiko jenis kelamin juga berperan. Kurang aktivitas fisik pada perempuan (54,5%) lebih tinggi dibanding laki-laki (41,4%). Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan ternyata semakin tinggi prevalensi kurang aktifitas fisik. Kemudian, secara umum penduduk perkotaan memperlihatkan angka prevalensi kurang aktivitas fisik (57,6%) lebih tinggi dibandingkan penduduk yang tinggal di pedesaan (42,4%). Hal lain yang teranalisis adalah semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita per bulan maka semakin meningkat prevalensi kurang aktivitas fisik.

 Maka, Penyakit jantung bukanlah penyakit yang dapat dipandang sebelah mata. Ayo, kita bergerak dan bertindak untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian akibat penyakit jantung di Indonesia.

Sumber:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hasil Laporan Riset Kesehatan Dasar – RISKESDAS, 2007. Beltrame JF, Dreyer R, Tavella R. Epidemiology of Coronary Artery Disease. Whelton PK. Epidemiology and the Prevention of Hypertension. J Clin Hypertens 6 (11):636-642, 20